Jumat, 16 Mei 2025

Pentingnya Ketepatan Kode ICD-10 untuk Dengue dalam Sistem SKDR Rumah Sakit

Rekam Medis Adipraa - Dengue atau demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi salah satu masalah kesehatan serius di Indonesia. Tingginya jumlah kasus setiap tahun menuntut adanya sistem pencatatan dan pelaporan yang akurat agar pengendalian dan penanganannya dapat dilakukan secara efektif. Dalam hal ini, klasifikasi penyakit internasional ICD-10 (International Classification of Diseases, 10th Revision) menjadi acuan penting. Sebagai perekam medis di rumah sakit, peran dalam mengimplementasikan sistem ini, khususnya dalam pelaporan Surveilans Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR), menjadi sangat strategis.

Pentingnya Ketepatan Kode ICD-10 untuk Dengue dalam Sistem SKDR Rumah Sakit
Pentingnya Ketepatan Kode ICD-10 untuk Dengue dalam Sistem SKDR Rumah Sakit

Sebelumnya, kasus dengue dalam ICD-10 diklasifikasikan menggunakan kode A90 untuk demam dengue biasa dan A91 untuk dengue dengan manifestasi hemoragik. Namun, seiring perkembangan kebutuhan akan pelaporan yang lebih rinci, terjadi perubahan kode menjadi A97. Kode ini hadir dengan beberapa subkategori: 
  • A97.0 Dengue tanpa komplikasi;
  • A97.1 Dengue dengan manifestasi hemoragik;
  • A97.2 Dengue dengan syok;
  • A97.8 Dengue dengan komplikasi lain; dan 
  • A97.9 Dengue, tidak spesifik 

Perubahan kode ini menuntut ketelitian lebih dalam proses pengkodean. Sebagai perekam medis, salah satu tanggung jawab utama adalah memastikan bahwa diagnosis yang tertulis dalam rekam medis diterjemahkan secara tepat ke dalam kode ICD-10 yang sesuai. Kesalahan dalam pengkodean dapat berujung pada ketidaktepatan dalam pelaporan SKDR, yang berdampak pada analisis tren penyakit secara nasional.

SKDR sendiri merupakan sistem pelaporan mingguan untuk memantau penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB), termasuk dengue. Di sinilah pentingnya peran perekam medis dalam memastikan bahwa setiap kasus dengue yang terdeteksi tercatat dan dilaporkan dengan kode yang benar. Misalnya, jika seorang pasien dirawat karena DBD dengan gejala syok, maka kode yang digunakan harus A97.2, bukan hanya A97.1 atau A97.0. Ketepatan ini akan berpengaruh langsung pada validitas data yang dilaporkan ke Dinas Kesehatan maupun Kementerian Kesehatan.

Dalam praktik sehari-hari, proses pengkodean ini sering kali menuntut komunikasi yang baik dengan dokter penanggung jawab pasien. Jika ada ambiguitas dalam diagnosis, klarifikasi perlu dilakukan agar pengkodean tidak bersifat asumtif. Di sisi lain, pemahaman yang terus diperbarui tentang struktur kode ICD-10 sangat membantu dalam meningkatkan akurasi pelaporan.

Di tengah perubahan kode dan sistem pelaporan yang terus berkembang, fasilitas kesehatan juga dituntut untuk menyesuaikan sistem informasi manajemen (SIMRS) agar mendukung kode terbaru seperti A97. Dengan sistem yang telah terintegrasi, pelaporan SKDR dapat dilakukan lebih cepat dan minim kesalahan. Sebagai perekam medis, keterlibatan dalam pelatihan berkala terkait ICD-10 dan pelaporan SKDR menjadi bagian penting dari peningkatan kompetensi.

Perubahan kode dengue ke A97 juga mencerminkan kesiapan menuju penggunaan ICD-11, yang akan lebih kompleks namun mendukung digitalisasi sistem pencatatan kesehatan secara menyeluruh. Dalam masa transisi ini, pemahaman mendalam terhadap struktur kode ICD-10 yang berlaku saat ini tetap menjadi landasan utama dalam pelaporan dan pengendalian penyakit menular.

Dengan demikian, dari sudut pandang perekam medis, perubahan kode ICD-10 untuk dengue bukan hanya soal teknis pencatatan, melainkan menyangkut tanggung jawab dalam menjaga kualitas data kesehatan nasional. Melalui pencatatan yang akurat dan pelaporan SKDR yang tepat waktu, perekam medis berkontribusi langsung dalam mendukung sistem kewaspadaan dini dan perlindungan kesehatan masyarakat dari ancaman penyakit seperti dengue.

0 Comments:

Posting Komentar