Rekam Medis Adipraa - Pemenuhan SKP telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) HK.01.07/MENKES/1561/2024. Dalam regulasi tersebut ditegaskan bahwa tenaga kesehatan wajib memenuhi kecukupan SKP dalam periode lima tahunan. Selain total SKP, pemenuhan harus memperhatikan proporsi ranah kegiatan, yakni untuk keadaan umum terdiri dari: Pembelajaran (45%), Pelayanan (35%), dan Pengabdian (5%). Sementara untuk keadaan khusus seperti daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan (DTPK), komposisi berubah menjadi Pembelajaran (25%), Pelayanan (55%), dan Pengabdian (5%). Selain itu, terdapat pula ketentuan minimal SKP Pembelajaran per tahun sebesar 20% dari total SKP tahunan.
Salah satu ranah dalam pemenuhan SKP yang masih belum saya pahami sepenuhnya adalah ranah pengabdian. Dalam upaya memenuhi ranah pengabdian tersebut, saya mencoba melakukan penyuluhan melalui media sosial, yang termasuk dalam salah satu bentuk kegiatan yang dapat dipertanggungjawabkan secara profesional. Melalui blog ini, saya mencoba membagikan artikel yang berjudul “Cara Membuat Laporan Tabel 10 Besar Diagnosis Penyakit Menggunakan Menu Pivot Table di M. Excel” yang kemudian saya share juga di platform media sosial Facebook. Harapannya bisa memberikan manfaat bagi sesama tenaga kesehatan, khususnya dalam memahami teknik pelaporan data diagnosis penyakit.
![]() |
| Saat Edukasi Melalui Blog Tak Diakui: Sebuah Refleksi Profesional |
Tangkapan layar di atas menunjukkan hasil penilaian atas kegiatan penyuluhan melalui media sosial yang diajukan untuk memperoleh Satuan Kredit Profesi (SKP). Kegiatan tersebut berupa publikasi artikel berjudul “Cara Membuat Laporan Tabel 10 Besar Diagnosis Penyakit Menggunakan Menu Pivot Table di M. Excel” yang disebarkan melalui platform Blogspot dan Facebook. Dengan cakupan kegiatan bertaraf nasional, artikel ini sebenarnya memiliki relevansi tinggi dengan upaya peningkatan kompetensi tenaga kesehatan, terutama dalam pemanfaatan teknologi untuk pengolahan data. Namun sayangnya, kegiatan ini mendapatkan nilai 0 SKP dengan status “Ditolak”. Alasan penolakan yang tercantum berasal dari Tim P2KB, yang menyebut bahwa lampiran yang disertakan tidak sesuai, sementara Komisi P2KB tidak memberikan catatan tambahan.
Penolakan ini tentu menjadi evaluasi berharga, terutama dalam aspek kelengkapan dokumen administratif yang seringkali menjadi titik krusial dalam proses pengajuan SKP. Sayangnya, saya belum menemukan format standar lampiran yang benar-benar sesuai dengan ketentuan yang dimaksud oleh tim penilai. Hal ini membuat proses verifikasi terasa kurang jelas, terlebih bagi tenaga kesehatan yang ingin berkontribusi melalui media digital namun belum memiliki pedoman teknis yang eksplisit. Dengan adanya penolakan ini, saya menyadari pentingnya pemahaman yang lebih mendalam terhadap ketentuan P2KB serta perlunya informasi yang lebih terbuka mengenai standar dokumen pendukung yang diharapkan. Jika format yang sesuai bisa diperoleh, saya berniat mengajukan ulang kegiatan ini karena secara substansi, materi yang dibagikan sangat bermanfaat dan aplikatif di lapangan. Ketidakjelasan ini menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi kami yang mencoba menyumbangkan kontribusi melalui media digital.

